Di banyak perusahaan, pengelolaan pajak penghasilan karyawan sering dianggap sekadar rutinitas administrasi bulanan. Namun kenyataannya, perhitungan PPh 21 membutuhkan ketelitian tinggi karena banyak detail teknis yang harus dipahami, mulai dari komponen penghasilan, tunjangan, hingga perubahan regulasi. Ketika satu elemen saja terlewat, dampaknya bisa serius. Perusahaan bisa dikenakan denda keterlambatan, kekurangan bayar pajak, bahkan harus melakukan pembetulan SPT yang menyita waktu. Tidak jarang kasus PPh 21 bermasalah terjadi karena kesalahan-kesalahan yang sebenarnya dapat dicegah sejak awal jika bagian payroll memiliki pengetahuan perpajakan yang memadai. Dengan sistem digital yang terus diperbarui pemerintah, pengelolaan pajak seharusnya semakin mudah, namun justru ada tantangan baru berupa kebutuhan adaptasi terhadap aplikasi dan fitur baru.
Dalam laporan media ekonomi disebutkan bahwa peningkatan kepatuhan pajak di Indonesia beberapa tahun terakhir turut menunjukkan bahwa pengawasan fiskal semakin ketat. Direktorat Jenderal Pajak juga mencatat bahwa jumlah wajib pajak yang diawasi meningkat dari tahun ke tahun. Artinya perusahaan perlu lebih berhati-hati dalam memastikan setiap perhitungan pajak dilakukan dengan benar. Kesalahan kecil seperti salah memasukkan data penghasilan atau salah menentukan pengelompokan karyawan bisa berdampak panjang. Di sisi lain, perusahaan yang menerapkan digital payroll memiliki keunggulan akurasi asalkan dioperasikan oleh SDM yang terlatih.
Kesalahan Umum dalam Menghitung PPh 21
Kesalahan perhitungan tidak selalu berasal dari kelalaian, melainkan sering terjadi karena kurangnya pemahaman atas komponen penghasilan yang dikenakan pajak. Tunjangan makan, transportasi, lembur, atau bonus memiliki aturan masing-masing. Akibatnya, perusahaan kadang menempatkan biaya tertentu sebagai non-taxable padahal semestinya dikenakan pajak. Kesalahan klasifikasi ini yang paling sering memicu selisih hitung dan menimbulkan koreksi di kemudian hari. Selain itu, penentuan status PTKP karyawan juga kerap membuat HR atau finance salah input, terutama jika pegawai mengalami perubahan status menikah atau memiliki tanggungan.
Contoh kesalahan paling banyak ditemukan:
- Tidak memperbarui tarif dan aturan terbaru.
- Salah klasifikasi penghasilan tetap dan tidak tetap.
- Lalai menghitung iuran BPJS dalam perhitungan bruto.
- Tidak memperhitungkan tunjangan yang bersifat taxable.
- Data karyawan berubah tetapi tidak diperbarui di sistem.
Kurangnya Pembaruan Regulasi
Regulasi pajak bersifat dinamis dan sering diperbarui mengikuti perkembangan ekonomi. Pemerintah pernah mengeluarkan penyesuaian PTKP dan penghitungan penghasilan bruto yang berdampak pada kewajiban PPh 21 perusahaan. Jika bagian payroll tidak mengikuti update tersebut, perhitungan menjadi tidak akurat. Banyak perusahaan masih menggunakan format lama tanpa revisi, padahal setiap perubahan peraturan berpotensi mengubah nominal pajak yang harus dipotong. Media ekonomi juga pernah menyoroti bahwa masih banyak pelaku usaha yang belum memahami detail perubahan pajak, terutama bisnis skala kecil dan menengah.
Dampak tidak update regulasi:
- Pajak yang terutang berbeda dari seharusnya.
- Resiko sanksi saat pemeriksaan atau audit.
- Butuh waktu tambahan untuk pembetulan laporan.
- Mengganggu alur kerja internal dan keuangan.
Dokumentasi Payroll yang Kurang Rapi
Selain perhitungan, dokumentasi merupakan bagian penting dalam administrasi pajak. Banyak perusahaan tidak menyimpan bukti potong atau slip gaji karyawan dengan baik, sehingga ketika audit dilakukan, tim pajak kesulitan menunjukkan dokumen pendukung. Padahal bukti transaksi adalah instrumen penting dalam membuktikan kebenaran perhitungan pajak. Jika arsip payroll tidak tertata, risiko koreksi menjadi lebih besar. Perusahaan idealnya menyimpan dokumen minimal lima tahun ke belakang sesuai ketentuan. Penyimpanan digital dapat menjadi solusi untuk menghindari hilangnya dokumen fisik.
Agar perusahaan lebih siap, berikut langkah preventif yang bisa dilakukan:
- Menggunakan software payroll yang terintegrasi.
- Melakukan pelatihan perpajakan untuk tim HR/finance.
- Rutin melakukan review data karyawan.
- Menyimpan seluruh bukti potong dengan rapi.
- Memastikan update aturan pajak terbaru setiap tahun.
Secara keseluruhan, kesalahan pengelolaan PPh 21 di perusahaan bisa dicegah dengan manajemen administrasi yang baik, pembaruan regulasi, serta kompetensi SDM yang memadai. Mengelola pajak bukan sekadar kewajiban, tetapi bagian dari profesionalitas bisnis. Perusahaan yang disiplin dalam perhitungan pajak akan lebih aman dari risiko denda, audit, dan koreksi. Dengan kesadaran pajak yang terus meningkat, penting bagi setiap perusahaan untuk menaruh perhatian lebih terhadap detail perhitungan penghasilan karyawan demi menjaga stabilitas keuangan dan kepercayaan pegawai. Menghindari kesalahan sejak awal jauh lebih mudah daripada memperbaiki masalah setelah terlambat.